Ditulis: Nuryadi
Kondisi tambang emas Bombana kini, sangat memprihatinkan. Sejak dikelola secara tradisional 1 November 2008 lalu, lingkungan di sekitarnya mengalami perubahan yang hanya membuat kepala menggeleng-geleng. Parah. Hanya itu kesan yang tertinggal.
Bukan rahasia lagi. Masuk di kawasan tambang emas Bombana bisa dilalui dengan dua akses. Mau jalur legal atau illegal. Begitu juga dengan sarana transportasi menuju areal yang kini dihuni puluhan ribu orang itu.
Selain ojek motor, juga ada kendaraan roda empat dengan sistem penggerak empat roda serta beberapa jenis mobil. Transportasi ini selalu menunggu penumpang di terminal, pelabuhan, serta di pintu-pintu kedatangan lainnya.
Tarif masuk ke lokasi tambang bervariasi, mulai Rp 80 ribuan hingga Rp 100 ribu tiap orang. "Ongkos itu sudah termasuk bayaran di pintu masuk atau palang," kata salah seorang sopir.
Entah siapa yang mematok nilai seperti itu. Sebab dinas perhubungan setempat tidak pernah mengeluarkan tarif resmi kendaraan yang keluar masuk di zona emas itu. "Kalau masih menggunakan plat hitam, maka statusnya illegal bila digunakan mengangkut penumpang," kata Kadishub Bombana, Sukarnaeni beberapa waktu lalu di Kantor Bupati.
Akhir Januari lalu, koran ini untuk ketiga kali memasuki kawasan tambang emas Bombana. Dengan menumpang ojek, butuh waktu hampir tiga jam dari Kasipute untuk sampai di perbatasan sentra permukiman (SP) 8 dan SP 9. Itu karena kondisi jalan yang lubang dan berlumpur.
"Kalau seperti mobil hard top atau Strada, medan begini dilibas habis. Kalau kita tukang ojek harus dibantu dengan dua kaki agar tidak jatuh dan tetap jalan," kata tukang ojek bernama Upik.
Di sepanjang jalan menuju SP 8, puluhan kendaraan masih terlihat lalu lalang. Begitu mendekati eks pemukiman transmigrasi itu, yang nampak adalah ribuan bahkan puluhan ribu tenda milik para pendulang. Menurut Upik di bawah tenda itulah, pendulang memasak, makan dan beristrahat.
Penemuan tambang emas memang mampu merubah wajah kawasan eks pemukiman transmigrasi itu. Kehadiran puluhan ribu pendulang serta seribu pedagang menjadikan daerah tersebut melebihi keramaian Kasipute, ibu kota Kabupaten Bombana.
Namun sayang kehadiran puluhan ribu pendulang itu, ternyata juga berdampak dengan kerusakan lingkungan di sekelilingnya. Tanah di SP 8 sudah tidak utuh lagi. Lubang tikus tersebar di mana-mana dengan kedalaman dua hingga 20-an meter. Yang mencengangkan lagi, di bawah tenda yang ditempati pendulang ternyata telah berbentuk terowongan yang sewaktu-waktu bisa ambruk.
Menurut Bobi, pendulang asal Manado, khusus di SP 8 lubang tikus yang ada sudah mencapai puluhan ribu. "Kalau kedalaman 11 meter berarti kami juga menggali secara horizontal dengan panjang yang sama. Jadi dibawah tenda itu tanahnya sudah kosong," tutur Bobi kepada koran ini sambil menunjuk salah satu tenda yang ditempati salah seorang pendulang.
Rusaknya lingkungan di kawasan itu juga disebabkan adanya pengelolaan tambang emas dengan mesin. Akibat pengoperasian alat-alat berat secara illegal itu, lubang-lubang tikus bertambah parah. Jika sebelumnya berlingkar satu atau dua meter, setelah adanya mesin diameternya berambah menjadi lima hingga 10 meter.
Di SP 8 juga tak terbilang berapa jumlah lubang berukuran besar akibat illegal mining itu. Selain lubang tikus yang berserakan, kerusakan paling parah terlihat di aliran sungai yang melintas di SP 8 dan SP 9. Air sungai di dua tempat itu bahkan sudah tak mengalir.
"Lingkungan di seluruh kawasan pertambangan memang rusak total. Aliran sungai sudah tidak berbentuk lagi. Kami berharap kehadiran investor yang melakukan kuasa penambangan bisa mereklamasi lingkungan ini," ujar Laode Rusdin, Kepala Kantor Lingkungan Hidup, Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman, Kabupaten Bombana.
Leo Candra, komisaris PT Panca Logam Makmur, salah satu perusahaan yang diakomodir mengelola tambang emas Bombana, khususnya di SP 8 mengatakan secara moril perusahaannya ikut bertanggung jawab mereklamasi kondisi lingkungan yang masuk dalam lokasinya.
"Butuh dana besar untuk mereklamasi lubang-lubang tikus itu, makanya kami akan duduk bersama pemerintah untuk menanggulangi. Khusus di kawasan saya, lubang tikus yang ada sekitar puluhan ribu," kata Leo.
Kadistamben Bombana Cecep Trisnajayadi juga tidak memungkiri terjadi kerusakan lingkungan yang cukup parah di kawasan tambang emas akibat pertambangan rakyat. Namun begitu, Cecep merasa yakin kehadiran investor untuk mengelola tambang tersebut bisa membantu penyelesaiannya.
Sebab sesuai syarat yang diajukan Bupati Atikurahman, investor yang diakomodir harus mereklamasi lingkungan yang rusak akibat tambang rakyat, melakukan pengelolaan lingkungan yang baik, serta mengakomodir dan memberdayakan masyarakat lokal sebagai tenaga kerjanya. "Panca Logam termasuk dua perusahaan lain yang sudah diakomodir sanggup memenuhi persyaratan tersebut," ungkap Cecep. (Sumber: www.kendaripos.co.id / Selasa. 17 Februari 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar