Kamis, 13 Mei 2010
Inco Diminta Kembalikan 35.000 Ha Lahan Tambang
Sumber: Bisnis Indonesia edisi Senin, 10 Mei 2010
JAKARTA - PT International Nickel Indonesia Tbk (Inco) diminta segera mengembalikan sekitar 35.000 hektar (ha) lahan pertambangan yang tersebar di wilayah Kabupaten Kolaka, Kolaka Utara, dan Konawe Utara di Sulawesi Tenggara kepada negara.
Pasalnya, perusahaan tambang nikel tersebut dinilai telah melakukan wan prestasi, terutama menyangkut ketidakmampuan perusahaan menggarap areal lahan yang dikuasai dan tidak kunjung terealisasinya pembangunan pabrik nikel di Sulawesi Tenggara.
Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam mengungkapkan Inco sudah beberapa kali melakukan wan prestasi dari sisi perjanjian Kontrak Karya (KK) perusahaan tersebut sehingga perpanjangan Izin KK (sekarang IUPK) tidak akan diberikan.
“Perusahaan itu [Inco] sudah beberapa kali melakukan wan prestasi dari sisi KK. Sudah cukup kuat bagi kita untuk meminta mereka segera mengakhiri saja atau mengembalikan lahan-lahan yang memang masih dalam penguasaan KK kepada negara,” katanya hari ini.
Dia mengatakan hingga kini perusahaan nikel tersebut tidak mampu mengelola lahan konsesi sesuai KK seluas 118.000 ha. Perusahaan tersebut hanya mampu mengelola lahan seluas 10.000 ha dalam waktu 30 tahun.
Selain itu, lanjutnya, hingga kini perusahaan tersebut tidak juga mampu merealisasikan komitmennya untuk membangun pabrik nikel di wilayah Sultra. Padahal, batas waktu yang diberikan sudah habis sejak 2005.
Menurut dia, Inco tidak akan mampu membangun pabrik berkapasitas besar seperti yang dijanjikan, mengingat KK perusahaan itu akan berakhir pada 2023 atau tinggal 13 tahun lagi.
Nur Alam mengatakan merujuk pengalaman beberapa industri skala besar lainnya, dibutuhkan waktu 3-4 tahun untuk pembangunan konstruksi.
“Efektifnya baru bisa beroperasi butuh waktu 5 tahun, sehingga hanya tersisa waktu 7 tahun bagi Inco. Apakah waktu 7 tahun itu bisa mengembalikan proses recovery investasi perusahaan? Apalagi harga nikel tidak stabil. Saya kira Pemerintah Indonesia sudah kapok dan terlalu bodoh, kalau kita selalu memberikan perpanjangan," tandasnya.(fh)
Selasa, 11 Mei 2010
Pasca Banjir, 5 Desa di Ladongi Masih Terisolir
Sumber: Kendari Pos edisi Selasa, 11 Mei 2010
KOLAKA - Ratusan korban banjir di tujuh desa dalam wilayah Kecamatan Ladongi dan Poli-poli mulai mendapatkan bantuan. Sejak kemarin, Dinas Sosial Kabupaten Kolaka langsung menyalurkan bantuan beras dan lauk, family kit dan selimut.
Kepala Bidang Bantuan Sosial Dinsos Kolaka, Andi Malombasi mengatakan bantuan tersebut bersifat sementara untuk menanggulangi kebutuhan dasar para korban banjir.
"Masalah ini juga sudah kita laporkan ke Dinas Sosial Provinsi untuk mendapatkan perhatian," terangnya.
Sementara itu Camat Ladongi, Sabaruddin mengatakan, meski ketinggian air berangsur menyusut namun sedikitnya lima desa masih terisolir akibat putusnya jembatan di Dewa Wunggoloko. Lima desa yang terisolir tersebut antara lain Desa Lembah Subur, Dangia, Wande dan Pombioha.
"Kami meminta warga untuk tetap waspada akan kemungkinan banjir susulan mengingat hujan yang masih terus terjadi. Menyangkut bantuan yang diterima, sudah langsung kita salurkan terutama di desa terisolir," terang Sabaruddin.
Di tempat terpisah Ketua DPRD Kolaka, Parmin Dasir yang ditemui kemarin meminta Pemkab segera membentuk tim lintas instansi terkait untuk menangani para korban banjir.
"Paling penting, agar jalur transportasi yang terputus diupayakan normal kembali, sehingga distribusi bantuan maupun pemenuhan kebutuhan masyarakat tidak terhambat," terang politisI PAN ini. (cr3/cok)
KOLAKA - Ratusan korban banjir di tujuh desa dalam wilayah Kecamatan Ladongi dan Poli-poli mulai mendapatkan bantuan. Sejak kemarin, Dinas Sosial Kabupaten Kolaka langsung menyalurkan bantuan beras dan lauk, family kit dan selimut.
Kepala Bidang Bantuan Sosial Dinsos Kolaka, Andi Malombasi mengatakan bantuan tersebut bersifat sementara untuk menanggulangi kebutuhan dasar para korban banjir.
"Masalah ini juga sudah kita laporkan ke Dinas Sosial Provinsi untuk mendapatkan perhatian," terangnya.
Sementara itu Camat Ladongi, Sabaruddin mengatakan, meski ketinggian air berangsur menyusut namun sedikitnya lima desa masih terisolir akibat putusnya jembatan di Dewa Wunggoloko. Lima desa yang terisolir tersebut antara lain Desa Lembah Subur, Dangia, Wande dan Pombioha.
"Kami meminta warga untuk tetap waspada akan kemungkinan banjir susulan mengingat hujan yang masih terus terjadi. Menyangkut bantuan yang diterima, sudah langsung kita salurkan terutama di desa terisolir," terang Sabaruddin.
Di tempat terpisah Ketua DPRD Kolaka, Parmin Dasir yang ditemui kemarin meminta Pemkab segera membentuk tim lintas instansi terkait untuk menangani para korban banjir.
"Paling penting, agar jalur transportasi yang terputus diupayakan normal kembali, sehingga distribusi bantuan maupun pemenuhan kebutuhan masyarakat tidak terhambat," terang politisI PAN ini. (cr3/cok)
Warga Ancam Duduki Lahan Sawit
Sumber: Kendari Pos edisi Sabtu 8 Mei 2010
KOLAKA - Seribuan warga yang mengklaim sebagai ahli waris 2000 hektar lahan perkebunan kelapa sawit yang dikelola PT. Damai Jaya Lestari (DJL) di Kecamatan Tanggetada mengancam akan melakukan pendudukan lahan. Reaksi itu sebagai bias dari lambannya penanganan kasus tumpang tindih kepemilikan lahan dari Pemkab Kolaka.
Kusnadi, salah seorang pemilik lahan sawit menyesalkan langkah Pemkab Kolaka yang lamban dalam memediasi penyelesaian sengketa lahan sawit. Pihak perusahaan hingga kini belum membayar bagi hasil penjualan minyak sawit yang telah diproduksi.
"Awalnya DPRD Kolaka akan membentuk Pansus terkait masalah ini. Tapi hingga kini tidak jelas. Jika tidak segera dimediasi kami sebagai ahli waris akan melakukan pendudukan di atas lahan milik kami. Saya juga menyesalkan langkah perusahaan karena tidak membayarkan lahan yang tidak bermasalah," ancam Kusnadi.
Di tempat terpisah, Ketua Komisi I DPRD Kolaka, Joni Syamsuddin mengatakan pihaknya akan segera memanggil sejumlah kepala desa di Kecamatan Tanggetada untuk memberikan klarifikasi terkait tumpang tindihnya kepemilikan lahan sawit.
"Yang mengeluarkan surat keterangan tanah adalah kepala desa sehingga mereka yang lebih tahu siapa pemilik lahan sebenarnya. Selain itu kita juga akan meminta keterangan camat terkait seperti Tanggetada, Watubangga dan Polinggona," ujar politis PNBK ini.
Joni menambahkan, berdasarkan informasi awal yang diterima, tumpang tindih kepemilikan lahan sawit terjadi akibat kepala desa mengeluarkan surat keterangan tanah (SKT) "di belakang meja" tanpa melakukan survey lapangan. Itulah yang menyebabkan satu lahan dimiliki lebih dari satu warga yang dibuktikan dengan SKT terbitan kepala desa.
"Padahal SKT tersebut menjadi dasar bagi perusahaan untuk membayar bagi hasil sesuai perjanjian. Belakangan perusahaan menolak membayar karena adanya tumpang tindih kepemilikan lahan. Ini semua akan segera kita carikan solusi agar tidak terjadi konflik baik antar warga maupun dengan perusahaan," tandas mantan pengacara ini. (cr3/cok)
KOLAKA - Seribuan warga yang mengklaim sebagai ahli waris 2000 hektar lahan perkebunan kelapa sawit yang dikelola PT. Damai Jaya Lestari (DJL) di Kecamatan Tanggetada mengancam akan melakukan pendudukan lahan. Reaksi itu sebagai bias dari lambannya penanganan kasus tumpang tindih kepemilikan lahan dari Pemkab Kolaka.
Kusnadi, salah seorang pemilik lahan sawit menyesalkan langkah Pemkab Kolaka yang lamban dalam memediasi penyelesaian sengketa lahan sawit. Pihak perusahaan hingga kini belum membayar bagi hasil penjualan minyak sawit yang telah diproduksi.
"Awalnya DPRD Kolaka akan membentuk Pansus terkait masalah ini. Tapi hingga kini tidak jelas. Jika tidak segera dimediasi kami sebagai ahli waris akan melakukan pendudukan di atas lahan milik kami. Saya juga menyesalkan langkah perusahaan karena tidak membayarkan lahan yang tidak bermasalah," ancam Kusnadi.
Di tempat terpisah, Ketua Komisi I DPRD Kolaka, Joni Syamsuddin mengatakan pihaknya akan segera memanggil sejumlah kepala desa di Kecamatan Tanggetada untuk memberikan klarifikasi terkait tumpang tindihnya kepemilikan lahan sawit.
"Yang mengeluarkan surat keterangan tanah adalah kepala desa sehingga mereka yang lebih tahu siapa pemilik lahan sebenarnya. Selain itu kita juga akan meminta keterangan camat terkait seperti Tanggetada, Watubangga dan Polinggona," ujar politis PNBK ini.
Joni menambahkan, berdasarkan informasi awal yang diterima, tumpang tindih kepemilikan lahan sawit terjadi akibat kepala desa mengeluarkan surat keterangan tanah (SKT) "di belakang meja" tanpa melakukan survey lapangan. Itulah yang menyebabkan satu lahan dimiliki lebih dari satu warga yang dibuktikan dengan SKT terbitan kepala desa.
"Padahal SKT tersebut menjadi dasar bagi perusahaan untuk membayar bagi hasil sesuai perjanjian. Belakangan perusahaan menolak membayar karena adanya tumpang tindih kepemilikan lahan. Ini semua akan segera kita carikan solusi agar tidak terjadi konflik baik antar warga maupun dengan perusahaan," tandas mantan pengacara ini. (cr3/cok)
Ada Mafia Tambang di Kolaka
Sumber: Kendari Pos edisi Sabtu, 8 Mei 2010
Komisi I DPRD Siap Lapor ke KPK dan Satgas Mafia Hukum
KOLAKA - Amburadulnya pengelolaan pertambangan di Kolaka menjadi perhatian wakil rakyat setempat, khususnya bagi anggota komisi I DPRD.
Pimpinan alat kelengkapan dewan yang membidangi masalah pertambangan tersebut, Joni Syamsuddin bersama Wakil Ketua, Suardi Pato dan Sekretarisnya, Syahrul Beddu bahkan mengancam akan melaporkan sejumlah kasus pertambangan di Kolaka pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Satgas Mafia Hukum, Kapolri dan Menteri Kehutanan.
Dari penelusuran awal Komisi I, sejumlah permasalahan pengelolaan tambang di Kolaka disimpulkan sangat kompleks. Mulai dari penambangan yang diduga dilakukan pada areal hutan lindung tanpa memiliki izin pinjam pakai kawasan dari menteri kehutanan, menambang di luar titik koordinat semestinya sehingga mencaplok sebagian areal pertmbangan PT Antam.
Itu dibuktikan dengan adanya surat keberatan dari PT Antam yang ditujukan pada Dinas Pertambangan Kolaka.
"Belum lagi persoalan ketidakjelasan kontribusi PAD dari sektor pertambangan yang sejauh ini sangat minim. Untuk itu kami mendesak Bupati segera menghentikan aktivitas pertambangan sebelum ada kejelasan perizinan maupun kontribusi bagi PAD," tegas Syahrul Beddu.
Mereka menengarai, sejumlah pejabat di Kolaka telah terlibat grafitasi yang diberikan oleh pemegang kuasa pertambangan dalam bentuk fee royalty atau saham kosong dari setiap pengapalan hasil tambang. Ketua Komisi I, Joni Syamsuddin mengatakan kehadiran KP tidak memberikan asas manfaat bagi masyarakat yang ada di tingkat operasi pertambangan dan peningkatan PAD kabupaten Kolaka. Salah satu buktinya APBD Kolaka justru mengalami devisit.
"Kita juga mengharapkan perhatian Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah untuk segera membentuk tim verifikasi penyimpangan kegiatan pertambangan yang diduga telah terjadi di Kolaka," ujar mantan lawyer ini.
Satu suara dengan dua rekannya, Suardi Pato pun menambahkan, pencemaran lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan tak terkontrol telah memberikan dampak bagi masyarakat. Pemegang KP hanya melakukan pengerukan tanpa melakukan rehabilitasi pascatambanG."
Akibatnya warga yang paling merasakan dampak kerusakan lingkungan,'' tandas politisi Hanura ini. (cr3/cok)
Komisi I DPRD Siap Lapor ke KPK dan Satgas Mafia Hukum
KOLAKA - Amburadulnya pengelolaan pertambangan di Kolaka menjadi perhatian wakil rakyat setempat, khususnya bagi anggota komisi I DPRD.
Pimpinan alat kelengkapan dewan yang membidangi masalah pertambangan tersebut, Joni Syamsuddin bersama Wakil Ketua, Suardi Pato dan Sekretarisnya, Syahrul Beddu bahkan mengancam akan melaporkan sejumlah kasus pertambangan di Kolaka pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Satgas Mafia Hukum, Kapolri dan Menteri Kehutanan.
Dari penelusuran awal Komisi I, sejumlah permasalahan pengelolaan tambang di Kolaka disimpulkan sangat kompleks. Mulai dari penambangan yang diduga dilakukan pada areal hutan lindung tanpa memiliki izin pinjam pakai kawasan dari menteri kehutanan, menambang di luar titik koordinat semestinya sehingga mencaplok sebagian areal pertmbangan PT Antam.
Itu dibuktikan dengan adanya surat keberatan dari PT Antam yang ditujukan pada Dinas Pertambangan Kolaka.
"Belum lagi persoalan ketidakjelasan kontribusi PAD dari sektor pertambangan yang sejauh ini sangat minim. Untuk itu kami mendesak Bupati segera menghentikan aktivitas pertambangan sebelum ada kejelasan perizinan maupun kontribusi bagi PAD," tegas Syahrul Beddu.
Mereka menengarai, sejumlah pejabat di Kolaka telah terlibat grafitasi yang diberikan oleh pemegang kuasa pertambangan dalam bentuk fee royalty atau saham kosong dari setiap pengapalan hasil tambang. Ketua Komisi I, Joni Syamsuddin mengatakan kehadiran KP tidak memberikan asas manfaat bagi masyarakat yang ada di tingkat operasi pertambangan dan peningkatan PAD kabupaten Kolaka. Salah satu buktinya APBD Kolaka justru mengalami devisit.
"Kita juga mengharapkan perhatian Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah untuk segera membentuk tim verifikasi penyimpangan kegiatan pertambangan yang diduga telah terjadi di Kolaka," ujar mantan lawyer ini.
Satu suara dengan dua rekannya, Suardi Pato pun menambahkan, pencemaran lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas pertambangan tak terkontrol telah memberikan dampak bagi masyarakat. Pemegang KP hanya melakukan pengerukan tanpa melakukan rehabilitasi pascatambanG."
Akibatnya warga yang paling merasakan dampak kerusakan lingkungan,'' tandas politisi Hanura ini. (cr3/cok)
Ladongi Dikepung Banjir
Sumber: Kendari Pos edisi Selasa, 11 Mei 2010
Ratusan Rumah Terendam, Dua Jembatan Putus
KOLAKA - Hujan deras yang melanda Kolaka dua hari terakhir mengakibatkan ratusan rumah di dua kecamatan, Ladongi dan Poli-polia terendam banjir. Sumber air disebut berasal dari luapan sungai Ladongi. Camat Ladongi, Sabaruddin yang dikonfirmasi melalui jaringan telepon kemarin menjelaskan, sejumlah wilayah dalam distrik pemerintahannya terendam banjir seperti di Kelurahan Ladongi Jaya, Desa Lembah Subur, Dangia, Wande, Gunung Jaya dan Pombioha.
Sementara di Desa Wunguloko, banjir juga menghanyutkan jembatan yang menghubungkan antar desa. Sementara di Polia-polia, banjir merobohkan jembatan yang menghubungkan antara daerah itu dan Ladongi, tepatnya di Desa Tokai. Akibatnya arus transportasi dari dan menuju ke kecamatan Polia-polia serta Lambandia putus total. Banjir juga menggenangi jalan hingga mencapai tinggi lebih dari satu meter.
'' Banjir juga menyebabkan ratusan hektar sawah di Kecamatan Ladongi terancam gagal panen, demikian pula perkebunan kakao warga yang juga terendam,'' ungkap mantan Sekcam Samaturu ini.
Meski tak menimbulkan korban jiwa, namun sejumlah warga terpaksa mengungsi ke rumah kerabat mereka sambil menunggu air surut. Sabaruddin menjelaskan, salah satu penyebab meluapnya sungai Ladongi karena perambahan hutan di hulu sungai yang kian tak terkendali.
Hingga kemarin, warga masih bergotong-royong membersihkan saluran air untuk menghindar banjir susulan yang kemungkinan terjadi mengingat curah hujan masih tinggi.
Kemarin, Wakil Bupati Kolaka, H. Amir Sahaka pun langsung turun meninjau ke lokasi banjir dan memberikan sejumlah bantuan pada para korban. Kolaka-2 itu juga memerintahkan instansi terkait segera menangani para korban banjir. (cr3/cok)
Ratusan Rumah Terendam, Dua Jembatan Putus
KOLAKA - Hujan deras yang melanda Kolaka dua hari terakhir mengakibatkan ratusan rumah di dua kecamatan, Ladongi dan Poli-polia terendam banjir. Sumber air disebut berasal dari luapan sungai Ladongi. Camat Ladongi, Sabaruddin yang dikonfirmasi melalui jaringan telepon kemarin menjelaskan, sejumlah wilayah dalam distrik pemerintahannya terendam banjir seperti di Kelurahan Ladongi Jaya, Desa Lembah Subur, Dangia, Wande, Gunung Jaya dan Pombioha.
Sementara di Desa Wunguloko, banjir juga menghanyutkan jembatan yang menghubungkan antar desa. Sementara di Polia-polia, banjir merobohkan jembatan yang menghubungkan antara daerah itu dan Ladongi, tepatnya di Desa Tokai. Akibatnya arus transportasi dari dan menuju ke kecamatan Polia-polia serta Lambandia putus total. Banjir juga menggenangi jalan hingga mencapai tinggi lebih dari satu meter.
'' Banjir juga menyebabkan ratusan hektar sawah di Kecamatan Ladongi terancam gagal panen, demikian pula perkebunan kakao warga yang juga terendam,'' ungkap mantan Sekcam Samaturu ini.
Meski tak menimbulkan korban jiwa, namun sejumlah warga terpaksa mengungsi ke rumah kerabat mereka sambil menunggu air surut. Sabaruddin menjelaskan, salah satu penyebab meluapnya sungai Ladongi karena perambahan hutan di hulu sungai yang kian tak terkendali.
Hingga kemarin, warga masih bergotong-royong membersihkan saluran air untuk menghindar banjir susulan yang kemungkinan terjadi mengingat curah hujan masih tinggi.
Kemarin, Wakil Bupati Kolaka, H. Amir Sahaka pun langsung turun meninjau ke lokasi banjir dan memberikan sejumlah bantuan pada para korban. Kolaka-2 itu juga memerintahkan instansi terkait segera menangani para korban banjir. (cr3/cok)
Tujuh Desa Terendam Banjir
Sumber: Media Indonesia edisi Senin, 10 Mei 2010 09:55 WIB
KOLAKA - Sedikitnya tujuh desa di dua wilayah kecamatan di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra) terendam banjir dengan ketinggian air antara 50 cm hingga mencapai dua meter.
Belum ada laporan korban jiwa yang terjadi Minggu (9/5/2010), sekitar pukul 03.00 dinihari itu, namun kerugian yang diderita masyarakt diwilayah itu diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah.
Wakil Bupati Kolaka, H Amir Sahaka yang dikonfirmasi, di Kolaka, Senin (10/5), mengatakan, ke tujuh desa yang cukup parah terkena banjir adalah Desa Gunung Jaya, Wande, Dangia, Poleag Kecamatan Ladongi serta desa Pungoloko dan Tokai di Kecamatan Poli-Polia.
Menurut Wakil Bupati, banjir yang merendam rumah dan ratusan hektare tanaman padi sawah yang siap panen dan lahan perkebunan kakao dan lada milik masyarakat setempat itu diduga akibat maraknya illegal logging yang dilakukan warga yang tidak bertanggung jawab.
"Ketinggian air mencapai dua meter. Banjir ini juga sempat membuat warga panik karena kejadiannya disaat warga sedang tidur lelap yakni pada jam 03.00 dinihari," katanya.
Amir Sahaka mengatakan, sedikitnya ada dua desa dari tujuh desa terisolasi yaitu Desa tokai dan Desa punggloko karena satu-satunya jembatan yang menghubungkan ke dua desa ini dengan desa lain terputus total akibat hanyut terbawa banjir.
Amir Sahaka mengatakan, selain hujan deras, penggundulan hutan di dua kecamatan ini menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir ini. Sementara itu, sejumlah desa yang menghubungkan desa lain di dua kecamatan itu belum bisa dilalui kendaraan roda dua maupun roda empat karena jembatan di wilayah itu rusak dihantam banjir.
Bantuan makanan dan alat-alat keperluan lain sudah diturunkan oleh Dinas Sosial bersama tim medis kesehatan yang dibantu masyarakat setempat.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Kolaka Samsul Rijal mengatakan bantuan yang sudah diturunkan ke desa itu berupa mie instant, ikan kaleng serta beberapa karung beras untuk para korban banjir. "Kita harapkan, bantuan untuk meringankan beban warga yang tertimpah musibah banjir baru akan turun hari ini," katanya. (Ant/vg/OL-04)
KOLAKA - Sedikitnya tujuh desa di dua wilayah kecamatan di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra) terendam banjir dengan ketinggian air antara 50 cm hingga mencapai dua meter.
Belum ada laporan korban jiwa yang terjadi Minggu (9/5/2010), sekitar pukul 03.00 dinihari itu, namun kerugian yang diderita masyarakt diwilayah itu diperkirakan mencapai ratusan juta rupiah.
Wakil Bupati Kolaka, H Amir Sahaka yang dikonfirmasi, di Kolaka, Senin (10/5), mengatakan, ke tujuh desa yang cukup parah terkena banjir adalah Desa Gunung Jaya, Wande, Dangia, Poleag Kecamatan Ladongi serta desa Pungoloko dan Tokai di Kecamatan Poli-Polia.
Menurut Wakil Bupati, banjir yang merendam rumah dan ratusan hektare tanaman padi sawah yang siap panen dan lahan perkebunan kakao dan lada milik masyarakat setempat itu diduga akibat maraknya illegal logging yang dilakukan warga yang tidak bertanggung jawab.
"Ketinggian air mencapai dua meter. Banjir ini juga sempat membuat warga panik karena kejadiannya disaat warga sedang tidur lelap yakni pada jam 03.00 dinihari," katanya.
Amir Sahaka mengatakan, sedikitnya ada dua desa dari tujuh desa terisolasi yaitu Desa tokai dan Desa punggloko karena satu-satunya jembatan yang menghubungkan ke dua desa ini dengan desa lain terputus total akibat hanyut terbawa banjir.
Amir Sahaka mengatakan, selain hujan deras, penggundulan hutan di dua kecamatan ini menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir ini. Sementara itu, sejumlah desa yang menghubungkan desa lain di dua kecamatan itu belum bisa dilalui kendaraan roda dua maupun roda empat karena jembatan di wilayah itu rusak dihantam banjir.
Bantuan makanan dan alat-alat keperluan lain sudah diturunkan oleh Dinas Sosial bersama tim medis kesehatan yang dibantu masyarakat setempat.
Kepala Dinas Sosial Kabupaten Kolaka Samsul Rijal mengatakan bantuan yang sudah diturunkan ke desa itu berupa mie instant, ikan kaleng serta beberapa karung beras untuk para korban banjir. "Kita harapkan, bantuan untuk meringankan beban warga yang tertimpah musibah banjir baru akan turun hari ini," katanya. (Ant/vg/OL-04)
Antam Sumbang Proyek RSU Sultra Rp 5 Milyar
Sumber: Kendari Pos edisi Selasa, 11 Mei 2010
JAKARTA - PT Aneka Tambang (Antam) Tbk membuktikan komitmennya dalam mengimplemetansikan program Corporate Social Responsibility (CSR) di daerah Sulawesi Tenggara (Sultra). Hal itu dibuktikan dengan penyerahan sumbangan yang dituangkan dalam bentuk penandatangan memorandum of understanding (MoU) antara Direktur Utama PT Antam Tbk, Alwin Syah Loebis dengan Gubernur Sultra Nur Alam di Hotel JW Marriot, Kuningan, Jakarta, Senin (10/5/2010).
Dalam MoU tersebut, Antam bersedia memberikan bantuan senilai Rp 5 Milyar untuk pembangunan gedung perawatan super VIP Rumah Sakit Umum (RSU) Sultra. “Ini merupakan wujud komitmen dan partisipasi kami dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui bidang kesehatan kepada masyarakat di sekitar wilayah operasi Antam,” kata Direktur Umum dan CSR, Denny Maulasa.
Menurut Denny, dana tersebut akan dikelola secara akuntabel dan transparan oleh pengelola RSU Sultra untuk peningkatan sarana kesehatan terutama bagi masyarakat Sultra.
Tahun 2008, Sultra juga mendapat sumbangan dari Antam senilai Rp 108 Milyar. Dana itu digunakan untuk menopang pendidikan dan pelayanan kesehatan gratis, serta pembangunan untuk menunjang sektor-sektor ekonomi produktif di pedesaan.
”Secara keseluruhan dalam APBD kami PAD sebanyak Rp 214 miliar. Jadi terjadi kenaikan PAD saat itu hampir 70 persen. Responnya sangat spektakuler, karena itu langsung kami manfaatkan untuk menunjang pembebanan biaya operasional pendidikan dan pelayanan masyarakat, dan 100 juta dianggarkan setiap desa,” kata Nur Alam.
Pada kesempatan itu, Nur Alam menyampaikan penghargaannya kepada Antam. Kata dia, jika setiap tahunnya, Menteri Keuangan memberikan penghargaan kepada perusahaan yang membayar pajak tertinggi, maka Pemerintah Sultra juga akan memberikan apresiasi kepada Antam. ”Saya minta kepada Biro Hukum untuk memikirkannya,” perintah Nur Alam.
Pada acara penandatangan nota kesephaman itu juga dihadiri beberapa pejabat dari Sultra. Diantaranya, Sekretaris Provinsi Sultra, Zainal Abidin, Ketua DPRD Sultan Harahap.(awa)
JAKARTA - PT Aneka Tambang (Antam) Tbk membuktikan komitmennya dalam mengimplemetansikan program Corporate Social Responsibility (CSR) di daerah Sulawesi Tenggara (Sultra). Hal itu dibuktikan dengan penyerahan sumbangan yang dituangkan dalam bentuk penandatangan memorandum of understanding (MoU) antara Direktur Utama PT Antam Tbk, Alwin Syah Loebis dengan Gubernur Sultra Nur Alam di Hotel JW Marriot, Kuningan, Jakarta, Senin (10/5/2010).
Dalam MoU tersebut, Antam bersedia memberikan bantuan senilai Rp 5 Milyar untuk pembangunan gedung perawatan super VIP Rumah Sakit Umum (RSU) Sultra. “Ini merupakan wujud komitmen dan partisipasi kami dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui bidang kesehatan kepada masyarakat di sekitar wilayah operasi Antam,” kata Direktur Umum dan CSR, Denny Maulasa.
Menurut Denny, dana tersebut akan dikelola secara akuntabel dan transparan oleh pengelola RSU Sultra untuk peningkatan sarana kesehatan terutama bagi masyarakat Sultra.
Tahun 2008, Sultra juga mendapat sumbangan dari Antam senilai Rp 108 Milyar. Dana itu digunakan untuk menopang pendidikan dan pelayanan kesehatan gratis, serta pembangunan untuk menunjang sektor-sektor ekonomi produktif di pedesaan.
”Secara keseluruhan dalam APBD kami PAD sebanyak Rp 214 miliar. Jadi terjadi kenaikan PAD saat itu hampir 70 persen. Responnya sangat spektakuler, karena itu langsung kami manfaatkan untuk menunjang pembebanan biaya operasional pendidikan dan pelayanan masyarakat, dan 100 juta dianggarkan setiap desa,” kata Nur Alam.
Pada kesempatan itu, Nur Alam menyampaikan penghargaannya kepada Antam. Kata dia, jika setiap tahunnya, Menteri Keuangan memberikan penghargaan kepada perusahaan yang membayar pajak tertinggi, maka Pemerintah Sultra juga akan memberikan apresiasi kepada Antam. ”Saya minta kepada Biro Hukum untuk memikirkannya,” perintah Nur Alam.
Pada acara penandatangan nota kesephaman itu juga dihadiri beberapa pejabat dari Sultra. Diantaranya, Sekretaris Provinsi Sultra, Zainal Abidin, Ketua DPRD Sultan Harahap.(awa)
Langganan:
Postingan (Atom)