Kamis, 7 Mei 2009 - 07:37 wib
Sumber: Candra Setya Santoso - Okezone
JAKARTA - PT International Nickel Indonesia Tbk (INCO) akhirnya membatalkan pembangunan pabrik pengolahan nikel di Pomalaa, Sulawesi Tenggara. Pasalnya, harga nikel dalam pengolahan pabrik tersebut, masih di nilai rendah sehingga pembangunan pengolahan nikel menjadi tidak ekonomis.
"Kita kan tidak pernah tahu, pergerakan harga nikel setelah tiga-empat tahun saat selesai pembangunan pabrik berapa?, apalagi setelah kondisi ekonomi saat ini, mungkin bisa naik atau sebaliknya," ujar Superintendent Corporate Public and Media Relations INCO Rajeshanagara S, saat dihubungi okezone di Jakarta, Kamis (7/5/2009).
Ditambahkannya, keputusan tersebut merupakan kesimpulan kajian konsultan independen yang disewa perseroan. Selain itu, perseroan juga terhambat masalah teknis.
Bermula, ketika perseroan berniat menggunakan teknologi peleburan bijih nikel yang menggunakan asam bertekanan tinggi (high pressure acid leacing) di pabrik Pomalaa. Perseroan kesulitan memperoleh pinjaman untuk membeli peralatan yang menunjang teknologi canggih itu.
Rencana awal, perseroan menargetkan pabrik tersebut bisa memproduksi 30.000 ton nikel per tahun. Target permulaan pembangunan pabrik adalah pada Agustus 2009. Perseroan menargetkan pabrik senilai USD1,2 miliar itu bisa mulai berproduksi pada 2014.
"Kesepakatan itu dalam kontrak karya perseroan saat itu, salah satu isinya adalah kita diwajibkan untuk untuk membangun pabrik pengolahan nikel di Pomalaa tapi ada syarat, kewajiban tersebut akan berlaku bila dinyatakan layak secara ekonomis dan teknis,"
Kemudian, dari hasil studi kelayakan yang dilakukan konsultan independent menyatakan bahwa membangun pabrik di wilayah tersebut secara ekonomi. "Kita kan pernah tahu harga nikel setelah tiga-empat tahun saat selesai pembangunan pabrik berapa?, apalagi setelah kondisi ekonomi saat ini," ungkapnya.
Setidaknya, perseroan telah menghabiskan dana cukup besar untuk proyek di Pomalaa, terbukti sampai dengan akhir tahun 2008 sejumlah dana di keluarkan untuk biaya eksplorasi hingga pengembangan masyarakat.
"Pertengahan 2005, kita sudah melakukan pengembangan masyarakat senilai sekira USD5 juta sampai akhir 2008, belum lagi dana yang digunakan kerjasama dengan Antam berupa nickel sekira satu juta ton per tahun, tidak dilanjutkan," ungkapnya.
Sebagai informasi, perseroan telah melaporkan pembatalan rencana pembangunan pabrik tersebut kepada Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Namun, pemerintah masih memberikan kesempatan kepada perseroan untuk mengembangkan areal yang memiliki kandungan nikel tinggi tersebut.
Manajemen INCO kembali mengkaji pembangunan pabrik di Pomalaa setelah PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) menghentikan pembelian bijih nikel dari INCO pada pertengahan tahun 2008 lalu.
Pada penutupan perdagangan IHSG kemarin, harga saham dengan kode emiten INCO stagnan di posisi Rp3.600 per lembar sahamnya. (rhs)